Rabu, 30 Mei 2012

BIOTEKNOLOGI MIKROBA UNTUK PERTANIAN ORGANIK


BIOTEKNOLOGI MIKROBA
UNTUK PERTANIAN ORGANIK
Alasan kesehatan dan kelestarian alam/lingkungan menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari segala asupan yang berbau sintetik, baik berupa pupuk sintetik, herbisida, maupun pestisida sintetik.
Namun, petani sering mengeluhkan hasil produksi pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumber-sumber kekayaan hayati non sintetik.
Tanah adalah habitat yang sangat kaya akan keragaman mikroorganisme seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah-tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba-mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian. Mikroba tanah antara lain:
1.      Berperan dalam menghancurkan limbah organic.
2.      Recycling hara tanaman.
3.      Fiksasi biologis nitrogen.
4.      pelarutan fosfat
5.      Merangsang pertumbuhan.
6.      Biokontrol pathogen.
7.      Membantu penyerapan unsur hara.
8.      Membentuk simbiosis menguntungan.
Bioteknologi berbasis mikroba tanah dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tanah tersebut.
Teknologi  Kompos  Bioaktif
Salah satu masalah mendasar yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah kandungan bahan organik tanah dan status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi masalah tersebut dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Pupuk hijau dan pupuk kandang sebenarnya adalah limbah-limbah organik yang telah mengalami penghacuran sehingga menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Limbah organik seperti sampah dedaunan, seresah, kotoran-kotoran binatang ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur-unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Secara alami proses pengkomposan ini memakan waktu yang sangat lama, berkisar antara enam bulan hingga setahun sampai bahan organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman.
Proses penghancuran limbah organik dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang memiliki kemampuan tinggi. Penggunaan mikroba penghancur ini dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan, misalnya: SuperDec, OrgaDec, EM4, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, Stardec, dan lain-lain.
Dr. Didiek H Goenadi, Direktur Eksekutif Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, mendefinisikan kompos bioaktif sebagai kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, produk biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderman pseudokoningii, Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih. Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan mikroba-mikroba patogen penyebab penyakit tanaman.
Keuntungan penggunaan kompos bioaktif untuk pertanian organik selain mempercepat waktu pengomposan dan menyediakan kompos yang berkualitas tinggi, juga berperan sebagai agensia hayati untuk mengendalikan penyakit tanaman, terutama penyakit yang menyerang dari dalam tanah. Kekawatiran para petani organik akan tanamannya yang mudah diserang penyakit dapat di atasi dengan menggunakan kompos bioaktif.
Biofertilizer
Petani organik sangat alergi dengan pupuk-pupuk kimia atau pupuk sintetik lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, petani organik umumnya mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos yang sudah matang kandungan haranya kurang lebih : 1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain seratus kilogram kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya kg Urea/ha, kg SP 36/ha dan kg KCl/ha, maka kompos yang dibutuhkan kurang lebih sebanyak ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak dan berimplikasi pula pada biaya produksi.
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupaun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba tanah. Hara N sebenarnya tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung diserap oleh tanaman. Tidak ada satupun tanaman yang dapat menyerap N dari udara. N harus difiksasi/ditambat oleh mikroba tanah dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada pula yang hidup bebas di sekitar perakaran tanaman. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp. Rhizobium sp hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah-tanah yang lama diberi pupuk superfosfat (TSP/SP 36) umumnya kandungan P-nya cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat tanah dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Zerowilia lipolitika, Pseudomonas sp, … ,………… Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza seringkali ditemukan pada tanaman-tanaman keras/berkayu, sedangkan endomikoriza ditemukan pada banyak tanaman, baik tanaman berkayu atau bukan. Mikoriza hidup bersimbiosis pada akar tanaman. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering ditemukan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.
Beberapa mikroba tanah juga mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.
Mikroba-mikroba tanah yang bermanfaat untuk melarutkan unsur hara, membantu penyerapan unsur hara, maupun merangsang pertumbuhan tanaman diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer untuk pertanian organik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang dikembangkan oleh BPBPI antara lain: Emas, Rhiphosant, Kamizae, dan Simbionriza.

Agen Biokontrol

Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu kendala serius dalam budidaya pertanian organik. Jenis-jenis tanaman yang terbiasa dilindungi oleh pestisida kimia seperti jenis-jenis hibrida, umumnya sangat rentah terhadap serangan hama dan penyakit ketika dibudidayakan dengan sistim organik. Alam sebenarnya telah menyediakan mekanisme perlindungan alami. Di alam terdapat mikroba-mikroba dapat mengendalikan organisme patogen tersebut. Mikroba atau organisme patogen akan menyerang tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikroba pengendalinya. Di sini jumlah organisme patogen lebih banyak daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangakan populasi kedua jenis organisme ini, maka hama dan penyakit tanaman dapat dihindari.
Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain: Bacillus thurigiensis (BT), Bauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae. Mikroba-mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga yang menjadi hama tanaman. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman misalnya: Trichoderma sp. Trichoderma sp mampu mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih), atau Phytoptora sp.

Aplikasi pada Pertanian Organik

Produk-produk bioteknologi mikroba hampir seluruhnya menggunakan bahan-bahan alami. Produk-produk ini dapat memenuhi kebutuhan petani organik. Kebutuhan akan bahan organik tanah dan hara tanaman dapat dipenuhi dengan kompos bioaktif dan aktivator pengomposan. Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat mensuplai kebutuhan hara tanaman yang selama ini dipenuhi dari pupuk-pupuk kimia. Serangan hama dan penyakit tanaman dapat dikendalikan dengan memanfaatkan biokotrol.
Selama ini petani Indonesia yang menerapkan sistem pertanian organik hanya mengandalkan kompos dan cenderung membiarkan serangan hama dan penyakit tanaman. Dengan tersedianya bioteknologi berbasis mikroba, petani organik tidak perlu kawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur hara, dan serangan hama dan penyakit tanaman.

Kamis, 24 Mei 2012

budidaya selada secara aeroponik


MK : Budidaya Tanpa Tanah

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN
BUDIDAYA SELADA SECARA AEROPONIK
DI KEL. BULUBALLEA KEC. TINGGIMONCONG
KAB. GOWA


MUH (STIP).jpg



DISUSUN OLEH:





PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIP)
MUHAMMADIYAH SINJAI
2011





KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan HidayahNya sehingga laporan praktek lapang ini dengan judul “ Budidaya Selada Secara Aeroponik bertempat di Kel. BuluBallea, Kec. TinggiMoncong, Kab. Gowa, dapat diselesaikan guna memenuhi tugas dari dosen pembimbing Mata Kuliah Budidaya Tanpa Tanah.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan motifasi dalam penyelesaian laporan ini, khususnya kepada Dosen Pembimbing Ibu Irmawati Waris, S.P, S.Pd yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan selama dalam proses perkuliahan. Dan tak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih kepada keluarga serta rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sepenuhnya.
Penyusun menyadari sepenuhnya, bahwa apa yang disajikan dalam laporan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu bentuk kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan  ini.
Akhir kata penyusun memohon Ridho dari Allah SWT semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembacanya. Amin.
Wassalam



Sinjai,       April 2012
           
Penyusun








DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL 
KATA PENGANTAR 
DAFTAR ISI 
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang 
B.     Tujuan dan Kegunaan  
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Aeroponik
B.     Metode Aeroponik
C.     Jenis Tanaman  Aeroponik
D.    Prasarana Green House
E.     Tanaman Selada
BAB III. METODOLOGI
A.    Waktu dan Tempat
B.     Alat dan Bahan
C.     Prosedur Praktik
D.    Metode Praktik
BAB IV. PEMBAHASAN 
A.    Hasil
B.     Pembahasan
BAB V. PENUTUP
A.    Kesimpulan 
B.     Saran 
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Teknologi penanaman dengan teknik aeroponik merupakan teknologi bercocok tanam sayuran yang sudah mulai banyak dilakukan oleh pengusaha agribisnis. Hasil produksi sayuran yang ditanam dengan menggunakan teknologi ini sekarang ini sudah mulai banyak ditemukan di berbagai pasar swalayan di kota-kota besar. Meskipun harganya tinggi, namun sayuran ini selalu habis dibeli konsumen. Konsumen biasanya dari kalangan menengah keatas. Alasan konsumen tetap memburu produk ini karena kualitas baik, higienis, sehat, segar, renyah, beraroma dan citarasa tinggi.
Aeroponik berasal dari kata aero yang berarti udara dan ponus yang berarti daya. Jadi aeroponik adalah memberdayakan udara. Aeroponik merupakan salah satu tipe dari hidroponik karena air yang berisi larutan hara disemburkan dalam bentuk kabut hingga mengenai akar tanaman. Salah satu kunci keunggulan aeroponik adalah oksigenasi dari tiap butiran kabut halus larutan hara sehingga respirasi akar lancar dan menghasilkan banyak energi.
Dengan semakin majunya teknologi aeroponik, semakin efektif penerapannya sehingga diharapkan ada efisiensi biaya, sedangkan produksi diharapkan akan meningkat dengan pesat. Beberapa kelebihan dari bertanam secara aeroponik antara lain: tanaman dapat dibudidayakan di segala tempat; risiko kerusakan tanaman karena banjir, kurang air, dan erosi tidak ada; tidak perlu lahan yang terlalu luas; pertumbuhan tanaman lebih cepat; bebas dari hama; hasilnya berkualitas dan berkuantitas tinggi; hemat biaya perawatan. Salah-satu tanaman sayuran yang ditanam secara aeroponik yaitu selada.
Sesuai dengan kelebihan serta kekurangan dari sistem budidaya secara aeroponik tersebut yang memotifasi kami mengadakan kegiatan praktek lapangan ini. Dalam kegiatan ini kami ingin mengamati bagaimana prosedur kerja di dalam sistem budidaya komoditi tanaman hortikultura secara aeroponik.
B.     Tujuan dan Kegunaan
Tujuan kami mengadakan kegiatan praktik lapangan di Kel. BuluBallea, Kec. TinggiMoncong, Kab. Gowa, yaitu:
1.      Sebagai bahan perbandingan antara teori yang didapatkan di bangku kuliah dengan kegiatan praktik yang dilaksanakan dilapangan mengenai prosedur kerja serta teknik budidaya secara aeroponik.
2.      Untuk mengetahui jenis tanaman hortikultura yang dikembangkan secara aeroponik.
3.      Untuk mengetahui bagaimana prosedur  kerja serta teknik budidaya di dalam pengembangan tanaman hortikultura terutama komoditi sayuran secara aeroponik.
Adapun kegunaan dari kegiatan praktik lapangan ini yaitu sebagai bahan bacaan atau informasi  untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa dan pembaca mengenai prosedur kerja serta teknik budidaya khususnya tanaman hortikultura secara aeroponik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Aeroponik
Aeroponik berasal dari kata aero yang berarti udara dan ponus yang berarti daya. Jadi aeroponik adalah memberdayakan udara. Aeroponik merupakan salah satu tipe dari hidroponik karena air yang berisi larutan hara disemburkan dalam bentuk kabut hingga mengenai akar tanaman. Salah satu kunci keunggulan aeroponik adalah oksigenasi dari tiap butiran kabut halus larutan hara sehingga respirasi akar lancar dan menghasilkan banyak energi. Aeroponik adalah sebuah metode bercocok tanam di udara, tanpa menggunakan media tanah, tanaman akan disokong menggunakan media papan, Rockwool (tenunan berserat dari helai lava) dan Styrofoam. Hal ini untuk menghindarkan akar tanaman terkena cahaya lampu yang ada di atas media, batas batang hingga pucuk tanam atau daun akan berada di atas yang akan mendapat cahaya langsung, dan akar tanaman akan dibiarkan menggantung di udara.
Teknik ini sebenarnya telah dikembangkan sejak lama oleh para ahli botani pada tahun 1920-an walaupun masih secara primitif dan lebih berfokus pada penelitian penyakit akar tanaman, namun lebih populernya sistem tanam hidroponik membuatnya kurang mendapat perhatian, dan berkembang dengan lambat. Pada tahun 1942 W. Carter meneliti kemungkinan perilaku tanaman untuk hidup di dan pada udara, metode memberikan tanaman makanan melalui uap air pada akarnya. Tahun 1944 L.J. Kolt mejadi orang yang pertama kali menemukan tanaman jeruk aeroponik dari hasil studi pemeliharaan akar dari penyakit pada tumbuhan jeruk dan alpukat, tahun 1952 G.F. Trowel pada tanaman apel. Dan akhirnya F.W. Went pada tahun 1957 menjadi orang pertama yang berhasil mengembangkan proses pertumbuhan tanaman menggunakan sistem aeroponik pada kopi dan tomat. Namun yang dianggap sebagai penemu pertama adalah Dr. Franco Massantini dari universitas PIA di Italia pada tahun 1980 berhasil mengembangkan teknologi system penanaman aeroponik. Di asia percobaan pertama dilakukan oleh Prof. Lee Sin Kong dari Nanyang Technological University, di atap gedung dengan menggunakan bak persegi panjang. Beberapa kelebihan dari teknik budidaya secara aeroponik adalah:
-          Nutrisi tanaman terjamin, sehingga meningkatkan kualitas sayuran
-          Tidak tergantung pada musim
-          Tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak
-          Hasil produk yang diperoleh bersih, aman, sehat dan bebas pestisida
-          Dipanen umur muda, daging sayuran lebih renyah
-          Tanaman lebih cepat tumbuh sehingga frekuensi panen lebih banyak
-          Tanaman lebih fresh dan tahan lama karena dijual bersama akarnya
-          Relatif lebih aman dari serangan hama dan penyakit tumbuhan, karena terlindung oleh green house.
-          Fleksibilitas, tanaman dapat dipindah-pindah  tanpa mengganggu pertumbuhannya.
-          Kecepatan adaptasi, saat pindah media tanam, bibit bisa langsung tumbuh tanpa aklimatisasi lama.
-          Menggunakan teknologi menengah–tinggi, memudahkan pekerjaan
Namun begitu bukan berarti tidak mempunyai kelemahan, yaitu:
-          Membutuhkan investasi cukup besar
-          Biaya perawatan mahal
-          Diperlukan pengawasan yang ketat terhadap teknologi yang digunakan
B.     Metode Aeroponik
Secara detail, prinsip aeroponik sebagai berikut. Stryrofoam yang digunakan berwarna putih, panjang 2 m, lebar 1 m dan tebal 3 cm. Stryrofoam dibor diameter 1.5 cm dengan jarak tanam 15 x 15 cm sehingga populasi yang diperoleh 44 tanaman/m2 atau 88 tanaman/helai stryrofoam. Bibit yang berumur 12 hari dimasukkan ke dalam lubang tanam yang dibantu dengan busa atau rockwool. Sekitar 30 cm dibawah helai stryrofoam dipasang selang PE diameter 19 mm.
Tiap 80 cm selang PE ditancapi sprinkler spray jet warna hijau dengan curah (flowrate) 0,83 l/menit atau setara dengan 50b/jam dan bertekanan 1,5-2 atmosfir pada lubang (oritis) sprinkler. Tenaga untuk mendorong digunakan pompa dengan daya listrik (watt) antara 800-1.600 W dan dengan debit 200-240 l/m. pompa yang sedemikian kuatnya dapat melayani 100-150 sprinkler atau setara lahan produksi sekitar 200 m2.
Tekanan pompa min 1.5 atm, opt 2 atm (diukur dengan manometer). Mengatur tekanan pompa perlu memperhitungkanhambatan-hambatan yang ada dalam penyaluran aliran. Misalnya, pompa berada tepat di permukaan tanah, sedangkan semua sprinkler berada pada 60 cm diatas permukaan tanah. Tenaga untuk menaikkan 60 cm keatas merupakan hambatan yang akan mengurangi tekanan dan harus diperhitungkan. Selain itu, adanya percabangaan T, siku (elbow) pada belokan, dan keran (ballvalve) juga dapat mengurangi tekanan. Pipa penyalur yang kecil akan menghasilkan gesekan aliran larutan dengan dinding pipa sehingga lebih baik menggunakan pipa atau selang berukuran agak besar untuk mengurangi gesekan.
Filter digunakan untuk mengurangi kotoran yang dapat menyumbat lubang sprinkler. Terdapat beberapa macam ukuran filter dari yang kecil, sedang dan besar.Ukuran tersebut menggambarkan jumlah liter aliran yang dapat dilalui per jam. Pancaran kekuatan tinggi akan membentuk kabut butiran halus dengan jarak tembak lebih dari satu meter, dengan turbulensi tinggi dan akan mengambang lama di udara sehingga dapai mengenai seluruh sistem perakaran.
C.    Jenis Tanaman Aeroponik
Peluang kebutuhan akan sayuran berkualitaas sangat terbuka dengan makin banyaknya masyarakat yang berbelanja ke pasar swalayan. Diversivikasi jenis sayuran perlu dilaksanakan untuk memenuhi berbagai permintaan pasar. Hingga saat ini jenis sayuran yang banyak dibudidayakan secara aeroponik antara lain berbagai kultivar selada (lettuce keriting hijau, cos/romaine, butterhead, batavia, lollo rossa, iceberg, head lettuce), pakchoy hijau dan putih, caysim, dan kailan serta horenzo yang baru mulai dikembangan. Kangkung dan bayam juga dapat diusahakan secara aeroponik. Dapat disimpulkan bahwa jenis tanaman yang sering dibudidayakan secara aeroponik pada umumnya berupa sayuran daun yang waktu panennya sekitar satu bulan setelah pindah tanam. Harga jualkomoditas tersebut juga dipilih yang dapat memberikan keuntungan maksimal. Tanaman rempah penyedap masakan, seperti oregano, parsley, thyme, dill dan basil dapat diusahakan dalam volume kecil. Namun karena harga jualnya tinggi maka konsumen atau target pasar ke hotek berbintang dan restpran eksklusif.
D.    Prasarana Green House
Greenhouse adalah tempat dimana tanaman dapat dikembangkan /diletakkan di dalamnya dan ditumbuhkan dengan tujuan agar tanaman mampu tumbuh dengan baik dengan kondisi lingkungan yang stabil baik suhu, temperatur, curah hujan, angin, dan masih banyak lagi factor lingkungan lainnya.. Biasanya greenhouse terbuat dari rangka berasal dari kayu atau bambu. Adapun atapnya menggunakan platik UV (ultra violet). (screen) untuk menghindari hama masuk, ventilasi dan meredam kecepatan angin.
  
E.     Tanaman Selada
Selada (Lactuca sativa) adalah tumbuhan sayur yang biasa ditanam di daerah beriklim sedang maupun daerah tropika. Kegunaan utama adalah sebagai salad.
Klasifikasi tanaman selada sebagai berikut ; Kingdom: Plantae (Tumbuhan), Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi:, Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub Kelas: Asteridae, Ordo: Asterales, Famili: Asteraceae , Genus: Lactuca, Spesies: Lactuca sativa L.
Morfologi tanaman selada, antara lain:
Daun
Daun tanaman selada memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang beragam, bergantung pada varietasnya. Misalnya, jenis selada yang membentuk krop memiliki bentuk daun bulat atau atau lonjong degan ukuran daun lebar atau besar, daunnya ada yang berwarna hijau tua, hijau terang, dan ada yang berwarna hijau agak gelap. Sedangkan jenis selada yang tidak membentuk krop, daunnya berbentuk bulat panjang, berukuran besar, bagian tepi daun bergerigi (keriting), dan daunnya ada yang berwarna hijau tua, hijau terang, dan merah. Daun selada memiliki tangkai daun lebar dan tulang – tulang daun menyirip. Tangkai daun bersifat kuat dan halus. Daun bersifat lunak dan renyah apabila dimakan, serta memiliki rasa agak manis. Daun selada umumnya memiliki ukuran panjang 20 cm – 25 cm dan lebar 15 cm atau lebih.
Batang
Tanaman selada memiliki batang sejati. Pada tanaman selada yang membentuk krop, batangnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat dan terletak pada bagian dasar yang berada di dalam tanah. Sedangan selada yang tidak membentuk krop (selada daun dan selada batang) memiliki batang yang lebih panjang dan terlihat. Batang bersifat tegap, kokoh, dan kuat dengan ukuran diameter berkisar antara 5,6 cm – 7 cm (selada batang), 2 cm – 3 cm (selada daun), serta 2 cm – 3 cm (selada kepala).
Akar
Tanaman selada memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar serabut menmpel pada baying, tumbuh menyebar, ke semua arah pada kedalaman 20 cm – 50 cm atau lebih. Sedangkan akar tunggangnya tumbuh lurus ke pusat bumi. Perakaran tanaman selada dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang subur, genbur, mudah menyerap air, dan kedalaman tanah (solum tanah) cukup dalam.
Buah
Buah selada berbentuk polong. Di dalam polong berisi biji – biji yang berukuran sangat kecil.
Biji
Biji tanaman selada berbentuk lonjong pipih, berbulu,agak keras, berwarna coklat, tua, serta berukuran sangat kecil, yaitu panjang 4 mm dan lebar 1mm. Biji selada merupakan biji tertutup dan berkeping dua, dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman (perkembangbiakan).
Bunga
Bunga tanaman selada berwarna kuning, tumbuh lebat dalam satu rangkaian. Bunga memiliki tangkai bunga yang panjang sampai data mencapai 80 cm atau lebih. Tanaman selada yang ditanam di daerah yang beriklim sedang (subtropik) mudah atau cepat berbuah.
Selada (Lactuca sativa) walaupun dikenal sebagai sayuran penghias makanan, namun sebenarnya selada mempunyai kandungan gizi yang cukup baik bagi kesehatan dan sangat cocok ditanaman secara aeroponik. Selada mengandung kandungan vitamin seperti A, C, E, K, dan juga zat-zat lain seperti etakaroten, seng, asam folat, magnesium, kalsium, zat besi, mangan, fosfor, dan natrium. Selada juga mengandung bioflavonoid yang berfungsi hampir sama dengan vitamin C, yaitu mempertahankan fisik agar tetap awet muda. Seladah yang ditanam dengan sistem aeroponik dapat memperoleh hasil dengan kulitas dan kuantitas yang lebig tinggi dibandingkan dengan seladah yang ditanam langsung dengan menggunakan media berupa tanah.








BAB III
METODOLOGI
A.    Waktu dan Tempat
Kegiatan praktek lapangan ini di laksanakan pada tanggal 28 sampai 29 April 2012, yang berlokasi di Kel. BuluBallea, Kec. TinggiMoncong, Kab. Gowa.
B.     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan praktik lapangan ini yaitu; alat tulis menulis, lembaran quisioner, serta kamera. Untuk bahan yang digunakan yaitu; berupa literatul dari internet.
C.    Prosedur Praktek
Prosedur atau langkah kerja di dalam kegiatan praktik lapangan ini adalah :
-          Kegiatan mengunjungi lokasi praktek.
-          Mencari responden/ petani di lokasi praktek sebagai media untuk mendapatkan data/ informasi.
-          Melakukan pengamatan langsung di lokasi praktek sekaligus mengambil gambar komoditi yang dikembangkan.
-          Mengumpulkan data dan selanjutnya mengolahnya menjadi laporan hasil praktik lapangan.



D.    Metode Praktek
Adapun berbagai metode yang kami gunakan di dalam kegiatan praktik lapangan ini adalah ;
-          Metode observasi : Melakukan pengamatan lansung terhadap kegiatan yang dilakukan dilapangan.
-          Metode interview: berdasarkan hasil wawancara dengan pembimbing / responden di lapangan.
-          Metode studi literatur : penulis melakukan penyusunan laporan dengan pedoman pada literatur yang ada. 















BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
1.      Jenis komoditi yang diusahakan yaitu Selada keriting.
2.      Metode hidroponik yang digunakan   : Aeroponik
3.      Penyiapan green house
a.       Ukuran green house                      : 8 x 80 Meter
b.      Metode atap green house             : monitor
c.       Atap terbuat dari                           : plastik UV
d.      Dinding terbuat dari                     : inses screen
e.       Lantai                                            : tanah
4.      Kolam
a.       Ukuran kolam                   : bak fiber dengan kapasitas air yang    ditampung 1000 Liter
b.      Kolam terbuat dari            : plastik fiber
5.      Stryrofoam
a.       Ukuran yang digunakan                : 1 x 1 meter
b.      Cara membuat lubang tanam        : di solder
c.       Jumlah lubang tanam per m2         : panjangnya 9 lubang tanam dan lebarnya 4 lubang tanam
6.      Prasarana lain yang digunakan
a.    Pompa
b.   Tangki
c.    Bak fiber
d.   Pengatur waktu
e.    Feromon (penangkap hama berupa serangga)
7.      Cara menyemai benih:
-          Benih terlebih dahulu direndam air hangat
-          Setelah direndam diangkat/ditiriskan dari perendaman dan di diamkan selama 1 hari, dalam ruang tertutup/gelap.
-          Memotong media persemaian dengan ukuran 3 x 8 cm untuk  24 benih(disemai). Letut, pakori, selada keriting, merah, romen, Batavia, batanhci, siona dan hettatus.
8.      Cara menanam :
-          Pindahkan tanaman yang telah berumur 7 HST
9.      Membuat larutan nutrisi
a.       Jenis-jenis hara yang digunakan : Unsure hara yang digunakan berupa pupuk kimia yang dilarutkan sesuai unsure hara yang dibutuhkan tanaman berupa N, P, K Dll.
b.      Dosis/ jumlah yang digunakan :
10.  Irigasi
a.       Cara pemberian larutan nutrisi : dengan cara disemprotkan dengan selang waktu yang telah ditentukan.
b.      Frekuensi pemberian nutrisi : 5 menit On dan 2 Menit Off
c.       Volume sekali pemberian/ semprot : -
11.  Cara pemeliharaan tanaman
Penangananan hama berupa serangga dengan cara di letakkan perangkap hama berupa feromon yang ditempel di sekeliling tanaman serta tabung yang digantung kemudian diberi cairan yang aromanya kurang disukai oleh hama.
12.  Panen dan pasca panen
a.       Umur panen komoditi : 45 hari
b.      Cara panen : dengan cara dicabut langsung mengggunakan tangan
c.       Penanganan pascapanen : setelah dipanen diletakkan di tempat yang suhunya stabil agar tidak cepat mengalami pembusukan.
13.  Pemasaran
a.       Lokasi pemasaran : di Mol, restoran dan Hotel
b.      Cara pemasaran : dilakukan pemesanan terlebih dahulu

B.     Pembahasan
Produk pertanian dari Kel. BuluBallea, Kec. TinggiMoncong, Kab. Gowa yang merupakan hasil dari teknik penerapan budidaya secara aeroponik. yaitu berupa selada. Selada yang dikembangkan memiliki banyak varietas antara lain: selada Letut, selada pakori, selada keriting, selada merah, selada romen, Batavia, batanhci, siona dan hettatus. Dari berbagai varietas ini digunakan metode yang sama yaitu metode aeroponik. Aeroponik adalah pemberdayaan udara. Sebenarnya aeroponik merupakan tipe hidroponik (memberdayakan air), karena air yang berisi larutan unsur hara/ nutrisi disemburkan dalam bentuk kabut hingga mengenai akar tanaman. Akar tanaman yang ditanam menggantung akan menyerap larutan hara/ nutrisi tersebut.
Tanaman selada ini ditanam secara aeroponik di dalam sebuah greenhouse. Greenhouse ini dalah  tempat dimana tanaman dapat dikembangkan/ diletakkan di dalamnya dan ditumbuhkan dengan tujuan agar tanaman mampu tumbuh dengan baik dengan kondisi lingkungan yang stabil baik suhu, temperatur, curah hujan, angin, dan masih banyak lagi faktor lingkungan lainnya.. Greenhouse tersebut terbuat dari rangka berasal dari kayu atau bamboo dengan ukuran 8 x 80 meter. Adapun atapnya menggunakan platik UV (ultra violet) dengan bentuk monitor. Dan dindingnya terbuat dari inses screen untuk menghindari hama masuk, ventilasi dan meredam kecepatan angin.
Untuk memenuhi kebutuhan UH bagi tanaman dari budidaya selada maka di tambahkan larutan nutrisi. Larutan nutrisi ini terbuat dari pupuk kimia berupa NPK yang dilarutkan ke dalam air di dalam sebuah penampungan air yang disebut bak fiber yang berwarna orange dengan kapasitas air yang ditampung sebanyak 1000 liter.
Dari teknik budidaya selada keriting ini, selain bak fiber yang digunakan, masih banyak lagi sarana dan prasarana lainnya antara lain; prasarana irigasi misalnya, pipa pralon, sprinkle, pompa, tangki dan pengatur waktu (timer). Sedangkan untuk penanganan hama menggunakan feromon sebagai perangkap yang terbuat dari bahan plastik serta kertas yang di dalamnya terdapat cairan yang sangat kental dan memiliki daya lekat yang sangat kuat.
Teknik budidaya tanaman selada keriting dengan sistem aeroponik yang telah dikembangkan petani di Kel. BuluBallea, Kec. TinggiMoncong, Kab. Gowa yaitu:
Pemilihan benih, pemilihan benih selada yang siap untuk di tanam harus memiliki daya tumbuh minimal 90% diperoleh dari benih yang dibeli dari toko tani.
Pembibitan, bibit yang akan ditanam bukan dari hasil kultur jaringan melainkan dari hasil pembibitan langsung dipersemaian. sebelum dilakukan pembibitan terlebih dahulu benih direndam ke dalam air hangat selama ± 24 jam kemudian diangkat dan ditiriskan dari perendaman dan didiamkan selama 1 hari dalam ruang yang gelap/ tertutup. Selanjutnya disemai pada media persemaian berupa rockwool dengan memotong media persemaian dengan ukuran 3 x 8 cm untuk  24 benih(disemai).
Setelah tanaman berumur ± 7 HST, tanaman mudah siap untuk dipindahkan ke tempat penanaman berupa Styrofoam dengan ukuran 1 x 1 meter dan dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 8 x 8 cm. dengan jumlah tanaman sebanyak 36 tanaman/ helai Styrofoam.
Setelah itu di lakukan pengaplikasian larutan nutrisi berupa pupuk anorganik (kimia). Adapun cara pengaplikasian pupuk anorganik ini adalah terlebih dahulu dengan cara melarutkan pupuk tersebut kedalam air kemudian diaduk secara merata hingga tanpa ada pupuk yang menggumpal di dalam air. Setelah itu dimasukkan ke dalam bak penampung nutrisi atau disebut dengan  bak fiber dengan kapasitas menampung air sebanyak 1000 liter. Setelah itu helaian styrofoam diberi lubang-lubang tanam dengan jarak 15 cm. Dengan menggunakan ganjal busa atau rockwool, bibit selada ditancapkan pada lubang tanam/ styrofoam. Akar tanaman akan menjuntai bebas ke bawah. Di bawah helaian styrofoam terdapat sprinkler (pengabut) yang memancarkan kabut larutan hara ke atas hingga mengenai akar dari tanaman selada tersebut. Pada sprinkler tersebut dilakukan pengaturan waktu (timer) dengan frekuensi pemberian nutrisi yaitu selama 5 menit On dan 2 menit Off.
Penangananan hama berupa serangga dengan cara di letakkan perangkap hama berupa feromon yang ditempel di sekeliling tanaman serta tabung yang digantung kemudian diberi cairan yang aromanya kurang disukai oleh hama. Sedangkan untuk penyakit yang menyerang tanaman selada, sesuai dengan yang diterangkan petani tersebut hanya mengalami kesulitan pada hama yang sering menyerang tanaman selada, dan jika terkena penyakit maka petani mengaplikasikan pestisida anorganik (kimia) secara langsung.
Umur panen komoditi selada 45 HST. Dan cara panen tanaman selada yaitu dicabung dengan menggunakan tangan secara hati-hati untuk menjaga tanaman agar tidak terluka atau rusak.
Penanganan pascapanen tanaman selada yaitu diletakkan di tempat yang suhunya stabil agar tidak cepat mengalami pembusukan.
Terakhir yaitu pemasaran tanaman selada keriting dengan sistem pemesanan langsung baik dari mol, restaurant dan hotel. Begitulah teknik budidaya selada keriting dengan sistem aeroponik yang dikembangkan di Kel. BuluBallea, Kec. TinggiMoncong, Kab. Gowa.


BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari hasil kegiatan praktik lapangan di Kel. BuluBallea, Kec. TinggiMoncong, Kab. Gowa yang telah kami lakukan maka dapat ditarik suatu kesimpulan :
1.      Jenis komoditi yang telah dikembangkan petani yaitu tanaman selada dengan menggunakan metode penanaman secara aeroponik. Petani mengembangkan berbagai jenis/ varietas selada antara lain; selada Letut, selada pakori, selada keriting, selada merah, selada romen, Batavia, batanhci, siona dan hettatus.
2.      Sarana dan prasarana yang digunakan dengan metode aeroponik antara lain : Greenhouse, Pompa, Tangki, Bak fiber, Pengatur waktu , Feromon (penangkap hama berupa serangga) serta pipa pralon.
3.      Prosedur kerja serta teknik budidaya dari tanaman selada dengan metode aeroponik yaitu dimulai dari perendaman benih selama 24 jam dan ditiriskan selama 12 jam dalam ruang tertutup/gelap. Setelah perendaman dimulai dari pembibitan dengan media berupa rockwool, dipindahtanamkan setelah berumur 7 HST, dari pindah tanam tersebut dimulai pemberian larutan nutrisi dengan selang waktu yang telah ditentukan selama 5 menit on dan 2 menit off. Dipindahkan ke tempat penanaman berupa Styrofoam dengan ukuran 1 x 1 meter dan dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 8 x 8 cm. dengan jumlah tanaman sebanyak 36 tanaman/ helai Styrofoam. Selanjutnya penanganan hama dan penyakit dengan menggunakan feromon (perangkap) serta pemberian pestisida. Umur panen selada ± 45 HST serta dipasarkan melalui system pemesanan langsung dari supermarket, pasar tradisional serta hotel.
B.     Saran
Dalam kegiatan praktek berikutnya alangkah baiknya selain kita melakukan Tanya jawab kepada para petani sebaiknya kita mencoba melakukan kegiatan yang biasa dilakukan oleh para petani misalnya cara membuat larutan nutrisi melalui kegiatan praktek secara langsung agar kita lebih memahami secara mendalam dalam kegiatan budidaya yang dikembangkan oleh para petani.


DAFTAR PUSTAKA

Agung, L.S. 2008. System Aeroponik pada Sayuran
Sutiyoso, Y. 2003. Aeroponik Sayuran. Budidaya dengan Sistem Pengabutan. Penebar Swadaya. Jakarta.